PengurusHMI Badko Inbagteng 2009 - 2011 Ketua Umum: Ahmad Khoirul Umam Sekretaris Umum: Puji Hartoyo Bendahara Umum: Info kegiatan PB, Badko dan Cabang. Arsip File 2010 (15) Agustus (1) Mei (2) April (5) Maret (6) Februari (1)
HMIyang berasaskan Pancasila disebut dengan HMI Dipo. Sedangkan HMI yang tetap berasaskan Islam disebut dengan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). bukan hanya memaksa Pemerintah mencabut Perppu Nomor 2/2017. Jauh dari itu, Aksi Bela HTI dan FPI akan mempersulit Koalisi Indonesia Hebat untuk memenangkan Pilkada 2018 dan Pemilu
Setelahitu, mereka menggelar sholat ghoib secara berjamaan untuk mendoakan rakyat Palestina. Organisasi yang tergabung dalam ALiansi Solidaritas Masyarakt Riau untuk Palestina ini, antara lain: LMND Riau, SRMI Kampar, BEM Se-Riau, HMI MPO, HMI DIPO, KAMMI Riau, dan lain-lain.
Vay Tiền Nhanh. Tulisan ini di rangkum oleh Sulthan Hidayatullah Al-habsyi Sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam, terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta PMY pada tahun 1946 yang beranggotakan seluruh mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik STT, Sekolah Tinggi Islam STI dan Balai Perguruan Tinggi Gajahmada yang pada waktu itu hanya memiliki Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta selalu berbau Kolial Belanda. Sering pesta dengan poloniase, dansa serta minum-minuman keras. Oleh karena Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tidak tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Pada tahun 1946, suasana politik di Indonesia khususnya di Ibukota Yogyakarta mengalami polarisasi antara pihak Pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis, pimpinan Syahrir - Amir Syarifuddin dan pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi, pimpinan Soekiman - Wali Al-Fatah dan PNI, pimpinan Mangunsarkoro - Suyono Hadinoto serta Persatuan Pernyangannya Tan Malaka. Polarisasi ini bermula pada dua pendirian yang saling bertolak belakang, pihak Partai Sosialis Pemerintah menitik beratkan perjuangan memperoleh pengakuan Indonesia kepada perjuangan berdiplomasi, pihak oposisi pada perjuangan bersenjata melawan Belanda. Polarisasi ini membawa mahasiswa yang juga sebagian besar dari mereka adalah pengurus Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta berorientasi kepada Partai Sosialis. Melalu mereka inilah Partai Sosialis mencoba mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Namun mahasiswa yang masih memiliki idealis tidak dapat membiarkan usaha Partai Sosialis hendak mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Dengan suasana yang sangat kritis dikarenakan Belanda semakin memperkuatkan diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dengan persenjataan modern yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1947 terjadilah yang dinamakan Agresi Militer Belanda I. Dengan situasi yang demikian para mahasiswa yang berideologi murni tetap bersatu menghadapi Belanda, mencegak setidak-tidaknya mengurangi efek-efek dari polarisasi politik yang sangat melemahkan potensi Indonesia menghadapi Belanda. Karenanya mereka menolah keras akan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap mahasiswa yang dinilai akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik. Berbagai hal ini yang mendorong beberapa orang mahasiswa untuk mendirikan organisasi baru. Meskipun sebenarnya jauh sebelum adanya keinginan untuk mendirikan organisasi baru sudah ada cita-cita akan itu, namun selalu ditunda dan dianggap belum tepat. Namun melihat dari berbagai kondisi yang ada dirasa cita-cita yang sudah lama diharapkan itu perlu diwujudkan karena bila membiarkan Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta lebih lama didominasi oleh Partai Sosialis adalah hal yang tidak tepat. Penolakan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta tidak hanya datang dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga mahasiswa kristen, mahasiswa katolik, serta berbagai mahasiswa yang masih menjunjung teguh ideologi keagamaan. Awal Berdirinya HMI Himpunan Mahasiswa Islam Himpunan Mahasiswa Islam di prakarsai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat I semester I Sekolah Tinggi Islam sekarang Universitas Islam Indonesia UII. Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernafaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanda undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal 5 Februari 1947 bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H, di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 sekarang Jalan Senopati Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya mengatakan "Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres". Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan sambutan, namun beliau menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan sehubungan dengan tujuan rapat tersebut. Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan. Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam. Diantara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang. Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian. Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia PII, Mansyur, Siti Zainah istri Dahlan Husein, Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi. Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut Ketua Lafran Pane Wakil Ketua Asmin Nasution Penulis I Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia PII Penulis II Karnoto Zarkasyi Bendahara I Dahlan Husein Bendahara II Maisaroh Hilal Anggota Suwali Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia PII Mansyur Perkembangan HMI Sejalan dengan perkembangan waktu, HMI terbelah menjadi dua pasca diselenggarakannya Kongres ke-15 HMI di Medan pada tahun 1983. Pada tahun 1986, HMI yang menerima azas tunggal Pancasila dengan pertimbangan-pertimbangan politis beserta tawaran-tawaran menarik lainnya, rela melepaskan azas Islam sebagai azas organisasnya. Selanjutnya HMI pihak ini disebut sebagai HMI DIPO, dikarenakan bersekretariat di Jalan Pangeran Diponegoro Jakarta. Sedangkan HMI yang tetap mempertahankan azas Islam kemudian dikenal dengan istilah HMI MPO Majelis Penyelamat Organisasi. Karena alasan untuk menyelamatkan HMI dari ancaman pembubaran oleh rezim Orde Baru, maka melalui Kongres Padang disepakatilah penerimaan asas tunggal Pancasila. Setelah penerimaan azas tunggal itu, HMI yang bermarkas di Jalan Diponegoro sebagai satu-satunya HMI yang diakui oleh negara. Namun pada Kongres Jambi 1999, HMI DIPO kembali ke kepada asas Islam. Namun demikian, HMI DIPO dan HMI MPO tidak bisa disatukan lagi, meski azasnya sudah sama-sama Islam. Perbedaan karakter dan tradisi keorganisasian yang sangat besar di antara keduanya, membuat kedua HMI ini sulit disatukan kembali. HMI DIPO nampak lebih berwatak akomodatif dengan kekuasaan dan cenderung pragmatis, sementara HMI MPO tetap mempertahankan sikap kritisnya terhadap pemerintah. Sampai saat ini, HMI merupakan salah satu organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia. Pimpinan HS Mintareja, periode 1947 - 1951 A. Dahlan Ranuwiharja, periode 1951 - 1953 Deliar Noer, periode 1953 - 1955 Amir Rajab Batubara, periode 1955 - 1957 Ismail Hasan Metareum, periode 1957 - 1960 Nursal, periode 1960 - 1963 Sulastomo, periode 1963 - 1966 Nurcholish Madjid, periode 1966 - 1969 Nurcholish Madjid, periode 1969 - 1971 Akbar Tanjung, periode 1971 - 1974 Ridwan Saidi, periode 1974 - 1976 Chumaidy Syarif Romas, periode 1976 - 1979 Abdullah Hehamahua, periode 1979 - 1981 Ahmad Zacky Siradj, periode 1981 - 1983 Harry Azhar Azis, periode 1983 - 1986 M. Saleh Khalid, periode 1986 - 1988 Kongres Kongres ke-1 di Yogyakarta pada tanggal 30 November 1947, dengan ketua terpilih HS Mintareja Kongres ke-2 di Yogyakarta pada tanggal 15 Desember 1951, dengan ketua terpilih A. Dahlan Ranuwiharja Kongres ke-3 di Jakarta pada tanggal 4 September 1953 dengan formatur terpilih Deliar Noer Kongres ke-4 di Bandung pada tanggal 14 Oktober 1955 dengan formatur terpilih Amir Rajab Batubara Kongres ke-5 di Medan pada tanggal 31 Desember 1957 dengan formatur terpilih Ismail Hasan Metareum Kongres ke-6 di Makassar Ujungpandang pada tanggal 20 Juli 1960 dengan formatur terpilih Nursal Kongres ke-7 di Jakarta pada tanggal 14 September 1963 dengan formatur terpilih Sulastomo Kongres ke-8 di Solo Surakarta pada tanggal 17 September 1966 dengan formatur terpilih Nurcholish Madjid Kongres ke-9 di Malang pada tanggal 10 Mei 1969 dengan formatur terpilih Nurcholish Madjid Kongres ke-10 di Palembang pada tanggal 10 Oktober 1971 dengan formatur terpilih Akbar Tanjung Kongres ke-11 di Bogor pada tanggal 12 Mei 1974 dengan formatur terpilih Ridwan Saidi Kongres ke-12 di Semarang pada tanggal 16 Oktober 1976 dengan formatur terpilih Chumaidy Syarif Romas Kongres ke-13 di Makassar Ujungpandang pada tanggal 12 Februari 1979 dengan formatur terpilih Abdullah Hehamahua Kongres ke-14 di Bandung pada tanggal 30 April 1981 dengan formatur terpilih Ahmad Zacky Siradj Kongres ke-15 di Medan pada tanggal 26 Mei 1983 dengan formatur terpilih Harry Azhar Aziz Kongres ke-16 di Padang pada tahun 1986, dengan formatur terpilih M. Saleh Khalid, terpecahnya HMI menjadi dua yakni HMI DIPO dan HMI MPO Kongres HMI DIPO Kongres ke-17, di Lhokseumawe, Aceh 6 Juli 1988 dengan formatur terpilih Herman Widyananda Kongres ke-18, di Jakarta 24 september 1990dengan formatur terpilih Ferry Mursyidan Baldan Kongres ke-19, di Pekan baru 09 Desember 1992dengan formatur terpilih M. Yahya Zaini Kongres ke-20, di Surabaya 29 Januari 1995dengan formatur terpilih Taufik Hidayat Kongres ke-21 di Yogyakarta 26 Agustus 1997, dengan formatur terpilih Anas Urbaningrum Kongres ke-22 di Jambi 03 Desember 1999, dengan formatur terpilih Fakhruddin Kongres ke-23 di Balikpapan 30 April 2002, dengan formatur terpilih Cholis Malik Kongres ke-24 di Jakarta 23 Oktober 2003, dengan formatur terpilih Hasanuddin Kongres ke-25 di Makassar 20 Februari 2006, dengan formatur Terpilih Fajar R Zulkarnaen Kongres ke-26 di Palembang 28 Juli 2008, dengan formatur terpilih Arip Musthopa Kongres ke-27 Depok pada tanggal 5 - 10 November 2010, dengan formatur terpilih Noer Fajriansyah Kongres ke-28 Jakarta pada tanggal 15 Maret - 15 April 2013, dengan formatur terpilih Arief Rosyid Hasan Kongres HMI MPO Kongres ke-16 di Yogyakarta pada tahun 1986, Ketua Umum Eggy Sudjana Kongres ke-17 di Yogyakarta pada tanggal 5 Juli 1988, Ketua Umum Tamsil Linrung Kongres ke-18 di Bogor pada tanggal 10 Oktober 1990, Ketua Umum Masyhudi Muqarrabin Kongres ke-19 di Semarang pada tanggal 24 Desember 1992, Ketua Umum Agusprie Muhammad Kongres ke-20 di Purwokerto pada tanggal 27 April 1995, Ketua Umum Lukman Hakim Hassan Kongres ke-21 di Yogyakarta pada tanggal 28 Juli 1997, Ketua Umum Imron Fadhil Syam Kongres ke-22 di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 1999, Ketua Umum Yusuf Hidayat Kongres ke-23 di Makassar pada tanggal 25 Juli 2001, Ketua Umum Morteza Syafinuddin Al-Mandary Kongres ke-24 di Semarang pada tanggal 11 September 2003, Ketua Umum Cahyo Pamungkas Kongres ke-25 di Palu pada tanggal 17 Agustus 2005, Ketua Umum Muzakkir Djabir Kongres ke-26 di Jakarta Selatan pada tanggal 16 Agustus 2007, Ketua Umum Syahrul Effendi Dasopang Kongres ke-27 di Yogyakarta pada tanggal 9 Juni 2009, Ketua Umum Muhammad Chozin Amirullah Kongres ke-28 di Pekanbaru, Riau tanggal 14 - 19 Juni 2011, Ketua Umum Alto Makmuralto Kongres ke-29 di Bogor pada tanggal 27 Juni 2013, Ketua Umum Puji Hartoyo Lembaga Kekaryaan Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LDMI, pencetus terbentuknya Lembaga Dakwah Kampus LDK Lembaga Pers Mahasiswa Islam LAPMI Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam LEMI Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam LKMI Lembaga Bantuan Hukum Mahasiswa Islam LBHMI Lembaga Seni dan Budaya Mahasiswa Islam LSBI Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam LAPENMI Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam LTMI
TOKOH BESAR HMI - Prof. Dr. Hary Azhar Azis selaku Ketua Umum PB HMI Periode 1983-1986 dan Dr. Eggy Sudjana, SH. Selaku Ketua Umum PB HMI MPO Pertama Periode 1986-1988. Sultan/ Kendari, – Sarasehan Keumatan dan kebangsaan Kongres Ke XXXII Himpunan Mahasiswa Islam HMI MPO, dipastikan akan menjadi sejarah penyatuan HMI yang selama ini terbelah dua, ditengah peserta Kongres HMI MPO, Kedua Tokoh HMI tersebut adalah Prof. Dr. Hary Azhar Azis selaku Ketua Umum PB HMI Periode 1983-1986 dan Dr. Eggy Sudjana, SH. Selaku Ketua Umum PB HMI MPO Pertama Periode 1986-1988, menyampaikan keinginan mereka agar HMI bersatu kembali. Moment tersebut langsung disaksikan oleh Ketua Umum PB HMI MPO, Zuhad Adji dan Pejabatan Ketua Umum PB HMI Arya Kharisma Hardy. Selain itu juga turut disaksikan Arief Rosyid Hasan Ketum PB HMI Periode 2013-2015, Muzakkir Djabir Ketum PB HMI MPO 2005-2007, Chozin Amirullah Ketum PB HMI MPO 2009-2011, dan Kanda Awalil Rizky Panitia Kongres HMI MPO pertama di Yogya, Puji Hartoyo Ketum PB HMI MPO Periode 2013-2015 dan Erwin Singajuru. Pada kesempatan tersebut Eggy Sudjana, menyampaikan bahwa sudah saatnya HMI bersatu, jika di zamannya bersama, Hary Azhar Azus, HMI terbelah menjadi 2 dua, yakni HMI MPO dan HMI DIPO, maka dizaman Zuhad adji dan Arya Kharisma Hardy, saatnyalah HMI menjadi satu. “Jika zaman kami HMI terpecah, maka dizaman kalian berdualah HMI kembali bersatu”, katanya, sontak tepuk tangan peserta kongrespun ikut menggema. Hal senada juga disampaikan, Hary Azhar Azis, dihadapan ribuan kader HMI MPO di dalam forum kongres, menurutnya secara identitas tidak ada lagi yang membedakan antar HMI MPO dan HMI, sebab kedua-duanya berazaskan Islam. Jika bisa bersatu, mengapa harus dua. Ia pun menegaskan bahwa ditataran Senior HMI tidak ada lagi HMI MPO dan HMI, sehingga secara tidak langsung itu merupakan Isyarat keinginan HMI harus bersatu. “Secara identitas tidak ada lagi yang membedakan antar HMI MPO dan HMI sebab kedua-duanya berazaskan Islam, Jika bisa bersatu, mengapa harus dua. Meski dulu sempat bersitegang, namun Saya dan Kang Eggy saat ini kembali mesra, terus masa kalian masih terpecah dua. Sudah saatnyalah HMI bersatu kembali,” Ucapnya. Perlu diketahui Sejarah terbelahnya HMI disebabkan UU Nomor 3/1985 yang disahkan pada 19 Februari 1985 mengharuskan Pancasila menjadi asas tunggal dalam setiap organisasi. “Dalam rangka ini dan demi kelestarian dan pengamalan Pancasila, kekuatan-kekuatan sosial politik khususnya Partai Politik dan Golongan Karya harus benar-benar menjadi kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Pancasila yang dimaksud dalam Undang-undang ini ialah yang rumusannya tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.” Demikian bunyi penjelasan UU Nomor 3/1985 yang menggantikan UU Nomor 3/1975 tersebut. Pada saat itu HMI terbelah menjadi dua pasca diselenggarakannya Kongres ke-15 HMI di Medan pada tahun 1983. Pada tahun 1986, HMI yang menerima azas tunggal Pancasila dengan pertimbangan-pertimbangan memilih beralih azas dari Islam ke pancasila, selanjutnya HMI pihak ini disebut sebagai HMI DIPO, dikarenakan bersekretariat di Jalan Pangeran Diponegoro Jakarta Dengan Ketua Umum PB HMI Saat itu adalah Hary Azhar Azis. Sedangkan HMI yang tetap mempertahankan azas Islam kemudian dikenal dengan istilah HMI MPO Majelis Penyelamat Organisasi dengan ketua Umum PB HMI Aggy Sudjana. Karena alasan untuk menyelamatkan HMI dari ancaman pembubaran oleh rezim Orde Baru, maka melalui Kongres Padang disepakatilah penerimaan asas tunggal Pancasila. Namun pada Kongres Jambi 1999, HMI DIPO kembali ke kepada asas Islam. Hingga saat ini upaya untuk menyatukan HMI kembali sedia kala terus dilakukan dan pertemuan ini akan menjadi pondasi awal bersatu kembali. Tim
apa itu hmi dipo dan mpo